Rasional Perubahan Mindset Masyarakat NTB


Apabila ada keinginan untuk mekakukan perubahan mindset secara implisist mengandung makna bahwa kemungkinan mindset yang telah dibangun dan ada pada masyarakat kita saat ini merupakan sesuatu yang keliru atau dalam istilah yang lebih ekstrim bangunan mindset masyarakat  “salah”.  Dan untuk dapat melakukan perubahan maka kita perlu memahami potret mindset masyarakat kita saat ini.

Potret mindset masyarakat
Secara nasional kasus paling aktual cicak lawan buaya merupakan simbol arogansi kezaliman, betapa korupsi benar-benar memiliki kekuasaan mengatur negeri ini. Basis kekuasan korupsi justeru berada pada instansi penegak hukum dan pemberantas Korupsi. Kasus Cicak & Buaya adalah gambaran keadaan masyarakat  di level birokrasi dan dunia usaha di negeri kita.
Sementara secara umum dapat digambarkan  bahwa,  status sosial amat penting bagi masyarakat, dan hal itu lebih banyak ditandai dengan besarnya biaya pesta yang dilakukan, dengan banyaknya jumlah undangan,  golongan masyarakat yang diundang. Dan dalam sebuah pesta sering terjadi pemborosan yang tidak berarti. Status sosial juga ditandai dengan kekayaan yang dimiliki, jenis mobil yang dipakai dan arsitektur rumah yang megah beserta fasilitas dan prabotnya. Pamer kekayaan untuk menunjukkan status sosial sangat digemari, meskipun sumber kekayaan itu tidak jelas asalnya. Banyak orang memiliki kekayaan pribadi sangat irasional dibanding sumber penda­patannya, dengan kata lain dapat menikmati tingkat hidup melebihi apa yang dimungkinkan oleh profesinya.
Masyarakat kita pada umumnya, amat sadar terhadap kedudukan setiap orang yang harus hadir dalam sebuah acara pesta atau zikiran. Hanya mereka yang berkedudukan tertinggi atau mempunyai kekayaan yang di undang dan sangat dinanti kehadirannya.
Pegawai negeri sipil (PNS)di daerah NTB khususnya masih diangap sebagai karir yang paling memberikan hasil  sangat besar. Kedudukan sebagai PNS adalah kedudukan yang sangat terhormat, Bahkan para bujangan tidak begitu sulit menunjuk calon istri yang disukai, apabila berprofesi sebagai PNS
Gaji PNS sebenarnya sama saja, standarnya adalah pangkat, golongan, jabatan dan masa kerja. Tapi kenya­taannya, semua orang pasti tahu di semua instansi ada posisi yang disebut  basah dan kering. Bahkan ada instansi yang basah dan kering, dan kebanyakan  orang  lebih suka ditempat yang basah.  Kita juga tidak perlu heran kalau ada yang kaya raya karena menempati posisi  basah meskipun  pang­kat, golongan, jabatan dan masa kerjanya masih rendah. Hal itu bukanlah hal yang aneh bagi masyarakat kita,  sebaliknya yang dianggap aneh adalah orang yang posisinya basah tapi tetap miskin.
Dalam seluruh lapisan masyarakat sudah terbentuk pemikiran bahwa, korupsi dengan cara mark up, pungli, suap, adalah cara yang berlaku dalam dunia usaha dan birokrasi kita, bahkan juga di LSM. Demikian juga untuk memperoleh kedudukan atau posisi baik dalam lembaga sosial, politik maupun birokrasi akan sulit diperoleh tanpa KKN.
Para koruptor atau maling ayam sekalipun kadang adalah orang yang rajin shalat. Bahkan mereka shalat sebelum mencuri dan korupsi.  Tapi korupsi dianggap bukan sebagai aib, kecuali ditangkap dan dihukum. Tapi ironisnya menagkap koruptor sama sulitnya dengan menangkap para penegak hukum yang melanggar hukum. Sebaliknya maling kelas tri hanya dilakukan oleh orang yang terpaksa, sehingga sangat mudah menangkapnya. Oleh karena itu penjara di negeri ini sebagian terbesar di isi oleh mereka.
Pola pikir dan pola sikap sebagian besar masyarakat golongan lemah masih patalistik, sangat menggantungkan diri pada nasib, garis tangan dan takdir, disebabkan karena, nilai sosial yang berkembang di tengah masyarakat dipengaruhi oleh sistem yang berlaku di dalam birokrasi pemerintahan serta prilaku para birokrat itu sendiri. Dimana sistem dan prilaku itu tidak memberi tauladan yang baik. Contohnya 1). ntuk mendapat pelayanan di instansi pemerintah, masih dilakukan dengan suap/komisi untuk melicinkan jalan. Dan semakin tinggi komisi yang kita berikan, semakin mudah pelayanan didapatkan. 2) sampai saat ini masih berlaku bahwa untuk mendapatkan pangkat/kedudukan adalah bukan pada apa yang kita ketahui, tetapi siapa penguasa yang kita kenal, dan atau berapa modal (uang) yang kita miliki. 3).bekerja secara jujur selama bertahun-tahun sebagai PNS misalnya kurang berpengaruh pada pangkat, kedudukan, golongan dan jabatan, demikian juga  tidak menguntungkan secara finansial. Karena itu kejujuran harus dilakukan oleh mereka yang berkedudukan rendah saja.
Demikianlah sistem yang berlaku di dalam birokrasi kita, telah membuat masyarakat menjadi semakin lemah, frutrasi, apatis, dan patalistik.
Profesi Keguruan yang meskipun se­lalu disanjung dan dipuji sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, namun tidak menjadikan anak-anak yang berprestasi bercita-cita jadi guru, anak-anak lebih suka bercita-cita jadi dokter, hakim, polisi, tentara, birokrat atau pengusaha. Dan dewasa ini murid-murid tidak lagi patuh kepada guru, tapi justeru guru  yang selalu patuh dan taat kepada birokrat, sebab jika tidak taat nasibnya bisa apes. Bisa saja ia diping­pong ke sana-ke mari tanpa alasan yang jelas kecuali dengan dalih penyegaran.
Gambaran tentang profesi guru saat ini masih sangat relevan dengan apa yang digambarkan oleh Iwan Fals dalam lagunya  Umar Bakri yang diciptakannya dan populer  puluhan tahun yang lalu. Mak­nanya, Guru selalu terbelakang dalam menangkap informasi dan memanfaatkan teknologi. Image masyarakat terhadap existensi guru sejak puluhan tahun yang lalu juga sangat tidak menguntungkan. Sungguh profesi ini tidak mengalami perubahan signifikan ke arah yang lebih baik selama puluhan tahun, meskipun sering mendapat pujian dan sanjungan, bahkan secara rutin diberikan harapan oleh para politisi, terutama pada masa menjelang pemilu berlangsung. Tapi penghasilannya tetap saja seperti dikebiri.
Pendidikan, Gambaran tentang dunia pendidikan kita, diwarnai oleh dominannya jumlah pondok pesantren, Pondok  pesantren semakin menjamur di daerah kita seiring dengan perubahan sikap pemerintah dan politisi dalam memandang lembaga ini, karena pada setiap kampanye pondok pesantren sering mendapat kunjungan dari para politisi atau pejabat yang politisi sambil membawa hadiah atau voucer. 
Dalam dunia pers, sulit men­dapatkan wartawan yang profesional dan memiliki idealisme di daerah kita , bahkan sudah jamak kalau wartawan diberikan amplop untuk sebuah berita di koran, tapi sebaliknya akan dianggap aneh kalau wartawan  menolak amplop. Karena itu sering kita dengar istilah “wartawan amplop”. Hal ini terjadi, karena tidak rasional antara tuntutan hidup dengan penghasilan dalam bisnis penerbitan itu. Dan apabila semua wartawan menjual idealismenya, maka hampir dapat dipastikan  penerbitan di daerah ini akan bangkrut. Semua pengusaha di NTB pasti sudah memperhitungkan hal itu, karenanya tidak ada  yang berani terjun ke dalam bisnis penerbitan yang merugikan ini, kecuali dengan alasan politis.
Dokter,  penyandang profesi ini pasti masuk dalam kelompok masyarakat yang sangat dihargai dan dibanggakan.  profesi ini  dianggap sangat humanis, karena ia hadir membantu ketika nyawa  orang seda­ng terancam. Tapi kalau pasien meninggal itu pasti kehendak Tuhan, dan kalau pasien selamat, maka sang dokter adalah pah­lawan. kalau anda menyandang profesi ini dijamin  tidak akan miskin, tetapi memis­kinkan orang itu sangat memungkinkan. 
Dokter di daerah kita, di anggap belum sebanding dengan jumlah pen­duduk dan tingkat kesehatan masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut tarif berobat ke dokter sangat mahal. Dan harga obat juga relatif mahal.  Transparansi tarif penjualan obat mungkin perlu dilakukan melalui pencantuman harga obat dalam setiap kemasan, sehingga tidak monopoli dokter yang tahu harganya.
DPR. Anggota Dewan yang terhormat lazim disebut Wakil Rakyat, anggotanya sebenarnya berasal dari anggota masyarakat biasa yang menjadi elitis ketika sudah duduk pada kursi yang dibiayai rakyat itu. Idealnya seorang wakil rakyat harus independen, bebas dari pengaruh kepentingan kekuasaan, dan kepentingan kapitalis. Dan wakil rakyat yang memungkinkan untuk bisa inde­penden adalah orang yang secara ekonomi sudah mapan, tidak berambisi merebut  kekayaan, dan memahami ajaran agama serta melaksanakannya dengan baik. Kenyataannya menunjukkan sebaliknya, wakil rakyat kita kebanyakan orang yang selama ini tidak punya penghasilan yang tetap dan memadai, serta berebut untuk dapat duduk di kursi itu, karena penghasilannya yang menjanjikan. konsekwensinya semua hasil produknya masih diragukan bebas dari pengaruh kepentingan dan kekuasaan.
Buruh Kuli, profesi ini sangat tidak digemari, karena itu dibiarkan dilakukan oleh mereka yang terpaksa saja. Image masyarakat terhadap profesi ini adalah sangat kotor dan kasar meskipun uang penghasilannya bersih. Tidak sama dengan koruptor, penipu berdasi yang menerima suap meskipun uang penghasilannya kotor, orangnya tetap dianggap bersih sehingga disanjung dan disembah-sembah. Anehnya profesinya juga dianggap halus. Tapi yang aneh  itukan sekarang sudah terbalik-balik di daerah ini yang aneh justeru dianggap tidak aneh dan sebaliknya.
Tuan Guru, kalau di jawa disebut Kiai adalah wujud pengakuan masyarakat terhadap keshalehan dan keilmun seseorang di bidang agama Islam. Istilah ini bagi orang yang masih asing di daerah kita adalah panggilan bagi yang berprofesi sebagai guru dan pernah haji ke mekah.  Kini daerah kita sangat aktif memproduksi Tuan Guru, tapi ironisnya tidak lagi masya­rakat yang memberi pengakuan atasnya, cukup hanya mencantumkan gelar itu di dalam kartu nama jadilah ia. Dan  realitanya gelar itu akhir-akhir ini banyak dieksploitasi untuk kepentingan politik.
Lembaga Swadaya Masyara­kat(LSM), orang yang bekerja di dalamnya namanya pekerja sosial, idealnya adalah mereka (pekerja sosial) seharusnnya  bekerja secara ikhlas, tanpa pamrih. Oleh karena itu diperlukan orang yang sudah mapan secara ekonomi dan punya idealisme. Akan tetapi image masyarakat tentang LSM tidak lebih baik dari birokrat yang suka pungli, bahkan realitasnya banyak dari mereka yang menjadi bagian dari masalah sosial. Dan bekerja di LSM lebih banyak menjadi sebuah pilihan yang terpaksa sebagai tempat mencari napkah, daripada sebagai tempat mengexpresikan idealisme. Tetapi anehnya, ukuran keberhasilan LSM bagi masyarakat adalah yang personilnya menjadi kaya, bukan LSM yang dapat membantu untuk kesejahteraan rakyat.       
Emansipasi Wanita, istilah ini sekarang sudah berganti baju dan lebih populer dengan istilah kesetaraan gender. Meskipun istilah ini kedengarannya lebih demokratis, akan tetapi muatannya sama. Esensi gerakannnya sebenarnya masih absurd bahkan bagi kaum perempuan itu sendiri. Dan istilah ini sekarang banyak dieksploitasi  untuk kepentingan politik pribadi/kelompok tertentu saja. Karena itu, kaum perempuan merasa apa yang diperjuangkan bukan bagian dari tuntutan kebutuhannya.

Komentar